REDAKSI 22.COM – Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo menerima perwakilan dari ratusan warga orang asli Papua (OAP) yang tergabung dalam Solidaritas Pencari Kerja OAP Papua Selatan ketika berunjuk rasa di depan kantor gubernur Jl. Trikora Merauke, Rabu (02/07/2025)
Ratusan pengunjuk rasa itu warga OAP yang tak terima dengan hasil tes kelulusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atas kuota penerimaan 1.000 orang CPNS yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) kepada Pemprov Papua Selatan di 2024 lalu.
Ketika beraudiensi dengan perwakilan pengunjuk rasa di ruang rapat kantor, Gubernur Apolo berjanji akan menyurati Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) untuk meminta audiensi di Jakarta terkait terkait hasil tes CPNS yang dianggap janggal.
“Kita sebenarnya sudah diberi kesempatan oleh pemerintah pusat untuk bisa mengusulkan kebutuhan pegawai sebanyak-banyaknya,” kata Gubernur Apolo Safanpo saat bertatap muka dengan pencaker.
Menurut Gubernur Safanpo, sebenarnya empat (4) kabupaten di Papua Selatan (Merauke, Mappi, Asmat dan Boven Digoel) mengusulkan kebutuhan pegawainya, bisa ditampung. Namun karena hal itu tidak dilakukan bahkan keempat kabupaten menyatakan bahwa tidak membutuhkan pegawai akhirnya semua mendaftar ke provinsi.
“Ini menjadi pelajaran, jika pemerintah pusat memberikan kuota pegawai lagi, empat kabupaten yang ada harus membuka lowongan penerimaan pegawai. Bapak akan terima aspirasi dari adik-adik, saya akan cek data yang dikasih satu persatu,” kata Gubernur Safanpo.
Gubernur menegaskan, jika terbukti ada kesalahan maka akan diberikan sanksi. Karena penyelenggaraan penerimaan CPNS ini oleh pemerintah pusat maka saya akan minta Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah dan Kepala BKPSDM Papua Selatan sama-sama ke Kemen-PAN RB dan bertemu menteri terkait hasil tes.

“Pemerintah Provinsi Papua Selatan tidak mungkin melampaui keputusan menteri, tetapi meminta kebijaksanaan menteri. Beliau (MenPAN-RB) itu orangtua kita, pasti dia akan berikan solusi, kalau memang tidak bisa dibatalkan maka kita minta kuota tambahan untuk mengakomodir anak-anak kita yang belum mendapatkan kesempatan,” ungkapnya.
Apolo Safanpo menjelaskan bahwa kuota sisa yang belum terpenuhi sebanyak 200 itu ditahan dulu lantaran pemerintah pusat meminta optimalisasi. Contoh optimalisasi semisal kuota di Dinas Lingkungan Hidup lima orang, yang lulus 1-5 orang, enam dan selanjutnya tidak lulus maka ditambah lima orang lagi.
“Kalau optimalisasi ini dilakukan maka adik-adik ini tidak dapat juga, dari pada optimalisasi lebih baik kita buka ulang pendaftarannya supaya adik-adik ini bisa daftar kembali sebagai tambahan,” ucapnya.
“Mengapa demikian, lantaran kuota 200 itu ada yang tidak lulus Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan ada yang tidak lulus Seleksi Kompetensi Bidang (SKB),” sambungnya.
Gubernur Safanpo menyebut Pemerintah Provinsi Papua Selatan tidak bisa membuka formasi, yang bisa membuka formasi adalah KemenPAN-RB.
“Waktu itu adik-adik mendaftar ke kementerian bukan ke pemerintah daerah (pemda), pemda tidak punya link,” tukasnya.
Ia mengaku jika memang dari data yang dikasih, kalau benar-benar kuota yang dikasih untuk Orang Asli Papua (OAP) tetapi dikasih ke non OAP akan diberi sanksi, karena memang tidak boleh.
“Karena kita sudah sepakat bersama di awal, kalau memang di tengah perjalanan ada yang main curang, memang harus kita tegakan hukum di situ. Data-data yang dikasih dan dikantongi diharapkan dicek secara bersama lagi. Ini era keterbukaan informasi dan komunikasi sulit untuk saling membohongi,” bebernya.
“Kita mau baku tipu itu susah, apa yang kita bicara itu orang cari melalui mesin-mesin pencari seperti google, yahoo, apakah ini benar atau tidak. Saat ini kita duduk dan berbicara, orang lagi mengecek betul tidak apa yang dibicarakan,” sambung dia.
Gubernur Apolo mengaku, saat ini sulit memanipulasi berita, memanipulasi informasi sudah tidak bisa, apalagi pejabat. “Jadi, kalau kita menyatakan sesuatu yang tidak ada dasar dan tidak ada basis datanya sekarang ini orang langsung tahu bahwa kita berbohong,” tegasnya.
Oleh karena itu, tegas dia, saat ini jika membicarakan sesuatu harus berhati-hati, bukan hanya pejabat saja, tetapi semua. “Kita bicara hal yang tidak benar, orang langsung menilai kita hal yang tidak benar,” sebutnya.
“Untuk itu, data-data yang dianggap janggal dicek bersama secara baik, siapa yang lebih dahulu mendapatkan informasi segera menyampaikan ke pemerintah daerah.”
“Intinya, sebelumnya sudah ada keputusan dan kesepakatan bersama dengan institusi terkait bahwa formasi 80 persen kuota untuk Orang Asli Papua (OAP) dan 20 persen kuota untuk non OAP, “ tandasnya.
Formasi 80 persen yang dikhususkan untuk OAP, non OAP tidak bisa daftar. Sedangkan formasi umum, siapa saja bisa mendaftar, harusnya begitu tidak boleh dibalik.
“Kalau memang ada yang sengaja membalik itu, berarti dia melawan perbuatan hukum, lantaran hukum lahir dari kesepakatan bersama,” pungkasnya.*
Penulis: Hendrik
Editor: Hen