REDAKSI22.COM, MERAUKE – Kegiatan pemusnahan barang bukti penyeludupan aksesoris budaya Papua berupa mahkota burung Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) di Jayapura, Papua, 20 Oktober 2025 lalu, mendapat tanggapan pedas oleh berbagai elemen masyarakat asli Papua.
Asosiasi Perempuan Asli Papua Selatan dalam pernyataan sikapnya mengecam keras tindakan pemusnahan atribut ikat kepala yang dilakukan dengan cara membakar itu, karena dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap harkat dan martabat orang Papua.
Dalam jumpa Pers dengan sejumlah wartawan di Merauke, Rabu (22/10/2025) malam, Wakil Ketua Komite Pengarah Asosiasi Perempuan Asli Papua Selatan, Victoria Diana Gebze menegaskan tindakan BBKSDA Jayapura dinilai tidak manusiawi dan merupakan penghinaan terhadap budaya serta perempuan Papua.
Ikat kepala burung cenderawasih, menurut Viktoria Diana Gebze, dipandang sebagai mahkota yang sarat makna simbolis, serta merepresentasikan jati diri dan kehormatan masyarakat Papua, khususnya perempuan.
“Aksesori seperti ikat kepala burung cenderawasih atau burung kasuari secara kultur dan adat, itu adalah kemewahan kami, identik dengan perempuan Papua. Bicara tanah Papua berarti bicara tentang perempuan Papua, dan itu identik dengan cenderawasih,” ujarnya.
Viktoria Gebze menilai tindak pembakaran atribut adat budaya Papua mencirikan ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Ia menyesalkan tindakan BBKSDA sebagai lembaga pemerintah yang melukai hati masyarakat asli Papua. BBKSDA sebagai lembaga pemerintah seharusnya menjadi pelindung kekayaan alam dan budaya, bukan sebaliknya.
“Presiden maupun menteri terkait perlu menegur dan menindak pihak-pihak yang melecehkan identitas budaya ini. Kami mengimbau pemerintah agar memberikan perlindungan dan menghormati nilai-nilai budaya Papua. Kami juga berharap Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga kultur, lebih konsisten dalam memproteksi budaya agar terus dirawat, dilestarikan, dan dikembangkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Majelis Rakyat Papua Selatan (MPRS) Pokja Perempuan, Katarina Mariana Yaas mendesak agar Kepala BKSDA Jayapura bertanggung jawab atas tindakan yang dinilai sebagai penghinaan terhadap simbol dan identitas budaya orang Papua.
“Kami mengutuk keras dan meminta pemerintah segera menindaklanjuti persoalan ini dalam bentuk hukum. Kepada yang bersangkutan, Kepala BKSDA Jayapura atas dasar apa sehingga melakukan pembakaran? Harusnya bersikap bijaksana dengan menyerahkan aksesori-aksesori itu ke museum atau sanggar seni yang ada,” kata Katarina Yaas.
“Majelis Rakyat Papua Selatan untuk menindaklanjuti kasus ini dalam rangka melindungi dan memulihkan harkat dan martabat orang asli Papua. Ia juga berharap ke depannya tidak ada lagi tindakan serupa yang melukai perasaan masyarakat Papua,” tandasnya. (*)
Penulis: Hendrik
Editor: Hen






