Ikatan Perempuan Malind Minta Penetapan Imadawa Ketua Umum Flobamora Dikaji Ulang

REDAKSI22.COM, MERAUKE – Perdebatan terkait hasil Musyawarah Daerah (Musda) I Ikatan Keluarga Flobamora (IKF) Provinsi Papua Selatan yang menetapkan Paskalis Imadawa sebagai Ketua Umum terus bergulir di ruang publik.

Suara-suara penolakan berdatangan baik dari sesama warga Flobamora maupun luar Flobamora yakni masyarakat Malind Animha sebagai suku asli Papua di Kabupaten Merauke. Pertama, datangnya dari Albinus Moa Ledang (Koordinator Humas IKF Kabupaten Mappi, menyusul Siprianus Muda (Sekretaris Kerukunan Lamaholot Kabupaten Merauke), Faustina Mahuze (Perempuan Malind Kabupaten Merauke sekaligus Dosen Universitas Negeri Musamus).

Kali ini suara penolakan datangnya dari Ketua Ikatan Perempuan Malind (IPM) Kabupaten Merauke, Natalia Tareka. Natalia memprotes keras terkait Ketua Umum IKF Papua Selatan berasal dari kalangan Suku Malind Animha yakni Paskalis Imadawa yang adalah putera berdarah Kimaam, Merauke.

“Terkait hasil Musda IKF Papua Selatan, kami dari ikatan perempuan Malind Kabupaten Merauke pada dasarnya, kami mohon untuk dikaji atau dipertimbangkan ulang bahwa orang kami yang adalah tokoh wilayah Selatan Papua terpilih sebagai Ketua Ikatan Flobamora,” tegas Natalia Tareka dalam jumpa Pers di Hotel Halogen Merauke, Sabtu (18/10/2025).

“Jadi, pada dasarnya kami mengecam keras. Untuk itu kami mohon kepada panitia penyelenggara Musda untuk segera merevisi kembali anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) yang memberikan ruang dan peluang untuk Bapak Imadawa untuk maju sebagai Ketua IKF, yang menurut informasi direkomendasikan oleh masyarakat atau keluarga besar Flobamora Merauke Papua Selatan,” sambungnya.

Ikatan Keluarga Flobamora, menurutnya, adalah organisasi etnis atau kesukuan warga diaspora yakni suku orang Flores, Sumba, Timor, Alor yang membentuk sebuah provinsi yakni Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) . Sebagaimana halnya Ikatan Perempuan Malind yang juga adalah organisasi kemasyarakatan yang berbasis kesukuan.

“Di dalam AD/ART harus dilihat dan ditetapkan baik-baik. Siapa saja harus diberi hak kesulungan, siapa saja yang boleh hadir dan menjadi organisasi itu, tetapi dia tidak boleh ada di posisi tertentu. Jadi, peluang dan kesempatan harus diberikan kepada mereka yang punya hak kesulungan itu. Polemik yang terjadi, seperti ini kan meresahkan kita, terutama kita perempuan Malind. Bahwa kita akan kehilangan figur, sosok pejabat Marind,” sebutnya.

Sebagai Tokoh Marind yang sudah dianggap sebagai orang besar, lanjut Natalia, seharusnya Pak Imadawa menjadi pembina dan memberikan rasa keseimbangan untuk semua orang di Kabupaten Merauke dan Papua Selatan, sehingga masyarakat tidak merasakan kehilangan sosok.

“Memang, di alam demokrasi, dia berhak berorganisasi dan dipilih sebagai Ketua, tetapi lebih dari pada itu hak kesulungan harus dipetakan dan dipertahankan dalam AD/ART organisasi itu. Provinsi Papua Selatan ini kan ibarat rumah, etnis nusantara ini hadir sebagai suatu kebersamaan dengan orang Asli Papua.” Kata Natalia.

“Rumah ini terdiri dari kamar-kamar, dan lamar utama adalah pemilik Negeri ini, orang Marind, lalu ada suku-suku lain yang menempati kamar-kamar. Kalau seperti ini kan kamar utama belum diurus, tapi mau urus kamar orang lain? Atas nama ikatan perempuan Malind, saya mengecam hasil Musda ini,” sambungnya.

Ia meminta kepada panitia Musda I IKF Papua Selatan agar hasil musda yang menetapkan Paskalis Imadawa dipertimbangkan kembali dan dikaji ulang agar tidak menimbulkan gesekan atau ketidakharmonisan antar sesama warga yang hidup berdampingan di tanah Malind Kabupaten Merauke.

“Ketika anggaran dasar/anggaran rumah tangga itu yang turunannya Tatib sidang memberikan ruang, maka harus dipertimbangkan. Ruang itu harus diberikan kepada saudara-saudara kita yang berdarah asli Flobamora, bukan kita yang hanya hubungan perkawinan dengan orang Flobamora, “ pintanya.

“Kami berharap dengan rasa toleransi yang sudah kita bina, terus adanya kecaman berbagai pihak lalu ada intervensi, maka panitia dan Pak Imadawa harus segera merespon untuk meredakan polemik ini. Bapak Paskalis adalah Wakil Gubernur, harus berdiri netral di antara suku-suku etnis yang ada dan menjadi pembina paguyuban di Selatan Papua. Selain itu beliau adalah representasi orang Marind,” pungkasnya. (*)

Penulis: Hendrik

Editor: Hen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *