120 Tahun Injil Masuk Papua Selatan, Gubernur Safanpo Ajak Masyarakat Refleksi Diri

REDAKSI 22.COM, MERAUKE – Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo mengajak warga masyarakat untuk merefleksikan diri pada momentum peringatan 120 tahun masuknya injil melalui misi penyebaran Gereja Katolik di tanah Selatan Papua.

Momentum peringatan 120 tahun karya misionaris Gereja Katolik dalam mewartakan Injil di tanah Selatan Papua itu dirayakan dengan misa suci yang dipimipin Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mendagri di lapangan Patung Hati Kudus Yesus komppleks areal Bandara Mopah Merauke, Kamis (14/08/2025).

Dalam sambutannya, Gubernur Apolo menyebut Pemerintah Provinsi Papua Selatan menaruh perhatian besar dan sangat berbangga atas karya pewartaan Injil Gereja Katolik selama 120 tahun di wilayah Selatan Papua melalui misi pengajaran iman, persaudaraan dan cinta kasih.

“Semoga 120 tahun masuknya injil dan gereja katolik di Selatan Papua ini, kita bisa merefleksikan diri masing-masing terhadap perkembangan iman dan gereja, serta komunitas umat Allah di Papua Selatan,” kata Apolo Safanpo.

Ia menyebut realita kekinian tak menempatkan anak, komunitas, pertumbuhan iman dan gereja sebagai hal penting dalam kehidupan.

Hal itu terbukti dengan waktu terbaik sehari selama 24 jam tidak diberikan kepada anak, keluarga, dan komunitas/keluarga, pertumbuhan dan perkembanhan iman serta gereja.

Sebaliknya, lanjut Gubernur, waktu terbaik diberikan untuk mencapai target kerja dan mengejar deadline project yang dipercayakan.

“Ini yang disebut dengan paradoks, kita mengatakan hal lain tetapi hal lain yang dikerjakan. Sebelum masa renaissance, kata dia, paradoks itu orang bekerja untuk hidup,tetapi setelah masa renaissance orang hidup untuk bekerja,” sebutnya.

“Kita lebih mengutamakan kerja daripada hidup kita sendiri, sudah tidak lagi mencari makna kehidupan didalam keluarga, sudah tidak lagi mencari makna kehidupan didalam doa, hidup didalam ibadah dan liturgi,” sambungnya.

Masyarakat, kata Gubernur, justru sebaliknya mencari makna kehidupan di dalam pekerjaan, produktivitas maupun profit atau keuntungan.

“Inilah yang ditulis para sejarahwan transformasi sistem nilai yang berubah sejak sebelum masa pencerahan dan setelah masa pencerahan,atau disebut zaman modernitas,” ungkapnya.

“Bahkan identitas saat ini lebih pada memperkenalkan diri sebagai profesi. Jika ditanya maka kita menjawab saya sebagai seorang guru, dokter dan lainnya. Kita sudah tidak lagi mengaku sebagai seorang bapa dari dua anak, seorang suami dari seorang istri. Transformasi ini menjalar ke semua lini,” ucapnya.

Gubernur Apolo menyebut, kebiasaan tersebut bahkan menjalar ke dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang membentuk karakter, menghasilkan pribadi-pribadi yang berpikir bebas, bisa menghasilkan ide-ide, inovasi untuk pembangunan jati diri dan kehidupan bersama.

Gubernur Apolo Safanpo bersama Uskup Agung Merauke dan para imam. (Foto: Hms Pemprov PPS)

“Kini, dunia pendidikan diarahkan untuk menghasilkan alat-alat kerja, semua peserta didik diarahkan ke tempat kerja, telah terjadi perubahan tranformasi yang sangat signifikan,” kata Apolo Safanpo.

“Kita mengorbankan kebersamaan kita untuk kerja, mengorbankan weekend untuk mencapai target kerja, hari minggu untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan pada hari-hari kerja,” imbuhnya.

Saat ini, kata dia, semua aktivitas setelah bangun pada pagi hari bukan untuk berdoa, bersyukur atas kehidupan yang Tuhan anugerahkan, malah bangun pagi untuk baca pesan-pesan Whatsap, melihat live tiktok, beranda facebook, dan media sosial lainnya.

Moderninsasi sudah mengambil alih waktu berdoa, liturgi, dan berkontemplasi. Ibarat hidup seperti simponi lagu, modernitas memaksa untuk memainkan satu nada/satu irama yaitu kerja-kerja dan kerja.

“Refleksi kali ini mengajak semua kembali memainkan partikulasi dalam universitas irama Allah yang diajarkan gereja katolik, melalui doa, ibadah, liturgi dan kontemplasi,” bebernya.

“Di era moderninasi, mari kembali menyediakan waktu, tenaga, pikiran, untuk hal-hal yang diakui dan diyakini penting dalam kehidupan seperti anak-anak, keluarga, komunitas, perkembangan iman dan pertumbuhan gereja,” ajaknya. *

Penulis: Hendrik

Editor: Hendrik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *