REDAKSI22.COM, MERAUKE-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM-RI) klarifikasi pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Daerah Otonomi Baru dan keterlibatan perempuan ke Pemerintah Provinsi Papua Selatan dan Kabupaten Merauke
Klarifikasi Komnas HAM RI kepada Pemprov Papua Selatan, dan Pemkab Merauke dalam bentuk pertemuan di ruang rapat kantor gubernur setempat, Rabu (25/06/2025).
Wakil Ketua Bidang Internal dan Komisioner Pengaduan Komnas HAM RI, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan, kedatangan pihaknya untuk mendiskusikan terkait pengaduan masyarakat pertama rencana pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, pelaksanaan Daerah Otonomi Baru (DOB)
“Sudah beberapa kali kami menerima kunjungan dari kelompok-kelompok masyarakat adat mengadukan berbagai persoalan berkaitan dengan PSN dua sektor yaitu ketahanan pangan dengan wujud pencetakan sawah baru,” ujar Prabianto.
“Kemudian, pembangunan ketahanan energi yaitu perkebunan tebu. Masyarakat bahwa pelaksanaan PSN kurang melibatkan masyarakat di wilayah yang bersangkutan, dan hak-hak ulayat masyarakat,” sambungnya.
Perihal DOB, kata Prabianto, pihaknya mendapat pengaduan dari beberapa kelompok masyarakat terutama terkait partisipasi orang asli Papua dalam pemerintahan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten mengacu pada undang-undang otonomi khusus.
“Misalnya perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dan partisipasi kelompok marjinal terutama keterlibatan perempuan dan anak serta peran perempuan di Papua Selatan dalam pelaksanaan DOB. Itu yang ingin kami dapatkan klarifikasi dari pemerintah provinsi maupun kabupaten, “ tegasnya.
Menanggapi pengaduan yang disampaikan, Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo mengatakan, Pemprov memberikan kesempatan kepada Pemerintah Kabupaten memberikan penjelasan Terkait PSN sejak awal masuknya hingga saat ini.
Gubernur Safanpo menjelaskan terkait masalah pegawai di DOB bahwa sejak Januari 2024, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) mengeluarkan surat edaran ditujukan kepada semua ke kementerian dan lembaga juga ke setiap provinsi maupun kabupaten untuk mengajukan kebutuhan pegawai.
“Provinsi Papua Selatan mengajukan kuota 1.000 Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kemenpan RB memberikan kuota sesuai usulan. Dari 1.000 kuota itu, lanjut dia, dialokasikan 80 persen untuk orang asli Papua (OAP) dan 20 persen untuk formasi umum. Formasi untuk OAP sebanyak 800 orang dan tidak bisa dilamar oleh non OAP, “ jelas Safanpo.
“Sedangkan 20 persen untuk formasi umum, OAP juga bisa mendaftar disitu, peluang untuk OAP cukup besar. Formasi ini sebenarnya sudah berlaku sejak lama, “ sambungnya.
Perihal masalah perempuan, lanjutnya, keterwakilan perempuan dalam lembaga pemerintah maupun lembaga politik sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mulai dari rekruitmen anggota Majelis Rakyat Papua Selatan, ada unsur agama, perempuan dan unsur adat.
“Unsur perempuan itu dari 33 anggota Majelis Rakyat Papua Selatan yang ada, 11 anggota unsur perempuan, 11 anggota unsur agama, dan 11 anggota unsur adat. Dari 11 unsur adat dan agama itu ada juga perempuan yang diakomodir. Kemudian 11 unsur perempuan itu tidak ada laki-laki semuanya perempuan,” rincinya.
Sebenarnya, lanjut Gubernur Apolo, sudah melebihi dari jumlah yang disyaratkan dalam ketentuan, hanya memang perempuan banyak sehingga menyampaikan pengaduan.
Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Selatan juga demikian. Anggota yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan 30 persen unsur perempuan dari anggota DPRP Papua Selatan yang diangkat.
“Dari 9 orang anggota DPRP Papua Selatan yang diangkat, 4 diantaranya perempuan dan mewakili empat kabupaten yang ada di Papua Selatan. Sebenarnya sudah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Rekruitmen dalam komposisi jabatan juga sudah diperhatikan dan dilaksanakan. Tapi juga sudah dilaporkan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan sudah mendapatkan evaluasi,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu (DPMTSP) Kabupaten Merauke, Marwiah Ali Mahmud menjelaskan kebijakan program strategi nasional sudah ada sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Sebelum perusahaan beroperasi, kata Mahmud, sudah ada sosialisasi dan pertemuan dengan seluruh masyarakat pemilik hak ulayat. Melalui partisipasi masyarakat akhirnya disepakati.
“Waktu konsultasi publik semua perwakilan marganya hadir, kadang dilakukan ditingkat kampung sampai pada penentuan lahan garapan,”kata dia.
Ia menambahkan, pengurusan analisis dampak lingkungan juga melibatkan seluruh perwakilan masyarakat. Seluruh proses telah dilaksana sesuai dengan tahapan dan peraturan yang berlaku serta kesepakatan masyarakat, hingga pelepasan tanah.
Bupati Merauke, Yoseph B Gebze mengatakan perhatian dari Kabupaten Merauke perlu diperjuangkan sehingga hingga kini dirasa ada perhatian dari pemerintah pusat, baik perhatian kepada Kabupaten Merauke maupun kepada Provinsi Papua Selatan. Namun, secara sosiologis ada hal-hal yang perlu dikomunikasikan secara baik antara kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat dan juga di daerah.
“Kita mengharapkan dengan kondisi-kondisi yang ada, khusus di Kabupaten Merauke kalau kita lihat dari jumlah penduduk komposisinya boleh dikatakan Indonesia mini. Sehingga dunia usaha maupun dinamika perkembangan Merauke perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu.
“Jangan sampai orang mengenal Merauke karena lagu tetapi ada kontribusi nyata yang diberikan oleh daerah ini terhadap pembangunan dan keutuhan negara,” tandasnya.(*)
Penulis: Hendrik
Editor: Hen





